Foto:INT|Sistem Imun |
Setiap manusia memiliki sistem kekebalan tubuh atau
sistem pertahanan yang ada sejak lahir. Sistem kekebalan tubuh ini berfungsi
untuk mempertahankan daya tahan tubuh dari berbagai gangguan yang datang dari
luar maupun dari dalam tubuh (Baratawidjaya, 2002). Sistem imun dirancang untuk
melindungi inang (host) dari patogen-patogen penginvasi dan untuk menghilangkan
penyakit (Katzung, 2004). Sistem imun diklasifikasikan sebagai sistem imun
bawaan (innate immunity system) atau sering juga disebut respon/sistem
nonspesifik serta sistem imun adaptif (adaptive immunity system) atau respon/sistem
spesifik, bergantung pada derajat selektivitas mekanisme pertahanan (Sherwood,
2001; Katzung, 2004).
Sistem Imun Bawaan (innate immunity system)
Sistem imun bawaan atau sistem imun nonspesifik adalah respon pertahanan inheren yang secara nonselektif mempertahankan tubuh dari invasi benda asing atau abnormal dari jenis apapun, walaupun baru pertama kali terpajan. Respon ini membentuk lini pertama pertahanan terhadap berbagai faktor yang mengancam, termasuk agen infeksi, iritan kimiawi, dan cedera jaringan yang menyertai trauma mekanis atau luka bakar (Sherwood, 2001), termasuk dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme. Sistem ini disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu (Baratawidjaya, 2002).
Sistem imun bawaan atau sistem imun nonspesifik adalah respon pertahanan inheren yang secara nonselektif mempertahankan tubuh dari invasi benda asing atau abnormal dari jenis apapun, walaupun baru pertama kali terpajan. Respon ini membentuk lini pertama pertahanan terhadap berbagai faktor yang mengancam, termasuk agen infeksi, iritan kimiawi, dan cedera jaringan yang menyertai trauma mekanis atau luka bakar (Sherwood, 2001), termasuk dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme. Sistem ini disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu (Baratawidjaya, 2002).
Selain itu sistem imun ini memiliki respon yang cepat
terhadap serangan agen patogen atau asing, tidak memiliki memori immunologik,
dan umumnya memiliki durasi yang singkat (O’Gorman and Albert, 2008). Sistem
imun nonspesifik terdiri atas pertahanan fisik/mekanik seperti kulit, selaput
lendir, dan silia saluran napas yang dapat mencegah masuknya berbagai kuman
patogen kedalam tubuh; sejumlah komponen serum yang disekresikan tubuh, seperti
sistem komplemen, sitokin tertentu, dan immunoglobulin alamiah; serta komponen
seluler, seperti sel natural killer (NK), polymorphonuclear neutrophils (PMNs),
sel makrofag, dan sel dendritik (O’Gorman and Albert, 2008).
Peptida antimikroba, Sejumlah peptida yang berkhasiat
antimikroba dihasilkan oleh permukaan sel epitel, peptida ini memainkan peranan
penting dalam mekanisme pertahanan lokal. ß-defensin salah satu peptida yang
dihasilkan sel epitel, merupakan peptida tidak terglikosilasi, mengandung 35
asam amino amino dan 6 residu sistein. ß-defensin memiliki aktivitas
antimikroba yang luas terhadap sejumlah mikroorganisme, termasuk bakteri
Gram-positif dan Gram-negatif, jamur, dan virus (O’Gorman and Albert, 2008).
Lisosim telah diketahui sebagai suatu peptida antimikroba
yang ditemukan pada neutrofil dan diketahui dapat merusak peptidoglikan pada
dinding sel bakteri. Histatin adalah suatu kelompok peptida kationik yang
terdapat dalam saliva, memainkan peranan penting pada kesehatan oral dan
memiliki efek antibakteri dan antifungi yang kuat (O’Gorman and Albert, 2008).
Kulit yang utuh sulit dirusak oleh bakteri patogen,
kekebalan ini akibat adanya peptida antimikroba, termasuk cathelicidin,
defensin, and dermicidin. Peptida ini menunjukkan aksi yang dapat langsung
menghambat pertumbuhan patogen. Psoriasin adalah peptida lain yang ditemukan dikulit,
dan menunjukkan aktivitas bakterisid terhadap Escherichia coli dan juga
terhadap organisme yang dapat mendiami kulit (O’Gorman and Albert, 2008).
Sistem KomplemenSistem Komplemen adalah komponen
immunitas bawaan lainnya yang penting. Sistem ini terdiri dari 30
protein-protein dalam serum atau di permukaan sel-sel tertentu. Aktivasi sistem
komplemen mengasilkan suatu reaksi biokimia yang akan melisiskan dan merusak
sel asing atau sel tak berguna. Tanpa aktivasi, komponen dari sistem komplemen
bertindak sebagai proenzim dalam cairan tubuh. Ketika diaktivasi, akan
menghasilkan sejumlah fragmen komplemen reaktif secara biologis. Fragmen
komplemen tersebut akan memodulasi bagian lain dari sistem imun dengan cara
terikat secara langsung pada T limfosit dan sumsum tulang penghasil limfosit (B
limfosit) pada sistem imun adaptif dan juga menstimulasi sintesis dan pelepasan
sitokin (O’Gorman and Albert, 2008). Komponen komplemen juga dapat meningkatkan
fagositosis makrofag dan neutrofil dengan bekerja sebagai opsionin (Sherwood,
2001)
Antibodi alamiah (immunoglobulin)Antibodi alamiah
didefinisikan sebagai antibodi pada individu normal dan sehat yang belum
distimulasi oleh antigen eksogen. Antibodi alamiah ditemukan dalam kadar rendah
dalam serum dan termasuk antibodi dengan afinitas rendah. Antibodi alamiah yang
ditemukan dalam kadar tinggi dalam serum adalah kelompok IgM. Antibodi ini
dihasilkan B limfosit primitif, yang sering disebut B-1 limfosit. Antibodi
alamiah memainkan peran penting sebagai pertahanan lini pertama terhadap
patogen dan beberapa tipe sel, termasuk prakanker, kanker, sisa pecahan sel,
dan beberapa antigen (O’Gorman and Albert, 2008).
Toll-Like Receptors (Reseptor Toll-like)Toll-Like
Receptors (TLRs) ditemukan pada sel fagosit, termasuk fagosit mononuklear,
monosit yang bersirkulasi, makrofag jaringan, dan sel endotel, dan merupakan
komponen penting dalam sistem imun bawaan. TLRs merupakan kelompok reseptor
pada permukaan sel pada beberapa tipe sel yang berfungsi untuk mengenali
komponen molekular tertentu dari mikroorganisme dan isyarat bahwa mikroba telah
menembus pertahan tubuh. TLRs berperan sebagai responder pertama pada mamalia
untuk mengenal adanya serangan patogen, mereka juga menghasilka respon
inflamasi sebagai usaha untuk menghilangkan agen panginfeksi. Terdapat tidak
kurang 10 TLRs pada manusia dan resptor ini mampu untuk mendeteksi dalam
rentang yang lebar berbagai ligan mikroba.
TLRs berfungsi untuk mengekang infeksi akut dengan
mengaktifasi dan mengatur secara cepat respon-respon efektor dalam sistem imun
bawaan, termasuk pelepasan sitokin dan kemokin inflamasi, melepaskan bahan
oksidatif di sel fagosit, seperti halnya aktifasi berbagai peptida kationik.
TLRs juga berpengaruh secara kuat dan moderat pada sistem imun adaptif melalui
induksi molekul dan sitokin-sitokin yang berkaitan dengan reaktifitas
limfosit-T dan B (O’Gorman and Albert, 2008).
Fagositosis, Fagositosis adalah suatu proses ingesti
partikel oleh sel, fagositosis dilakukan terutama oleh fagosit mononuklear,
neutrofil, dan dalam jumlah kecil oleh eosinofil. Fagosit mononuklear terdiri
dari monosit dalam sirkulasi darah dan makrofag yang terdapat di dalam jaringan
tubuh, fagosit mononuklear dihasilkan oleh sel induk (steam cell) di dalam sumsum
tulang, mengalami proliferasi dan dilepaskan ke dalam darah sesudah melalui
periode monoblast, promonosit, dan monosit. Monosit berada di dalam darah dalam
waktu singkat untuk kemudian bermigrasi ke tempat kerja utama di jaringan dan
berdiferensiasi menjadi makrofag (Bellanti, 1993).
Setelah sebuah fagosit memasukkan benda sasaran, terjadi
fusi lisosom dengan membran yang membungkus partikel dan mengeluarkan
enzim-enzim hidrolitik, sehingga partikel dapat diuraikan (Sherwood, 2001).
Selain itu, O’Gorman and Albert mengunngkapkan bahwa mikroba yang difagositosis
akan menstimulasi produksi radikal superoxida dan oksigen reaktif lainnya, yang
merupakan bahan mikrobisidal yang poten. Partike-partikel yang tidak dapat
diuraikan disimpan tanpa batas waktu dalam sel fagositik. Pada kenyataannya,
bakteri tertentu terutama penyebab tuberkulosis, dapat diingesti tetapi tidak
dapat dihancurkan karena bakteri resisten terhadap zat-zat kimiawi lisosom,
mikroorganisme tersebut baru menimbulkan penyakit apabila dibiarkan lolos
(Sherwood, 2001).
Sitokin dan Kemokin (Cytokine and chemokine), Sitokin dan
kemokin adalah polipeptida yang memiliki fungsi penting dalam regulasi semua
fungsi sistem imun. Sitokin berperan dalam menentukan respon imun alamiah
dengan cara mengatur atau mengontrol perkembangan, differensiasi, aktifasi,
lalulintas sel imun, dan lokasi sel imun dalam organ limfoid. Sitokin merupakan
suatu kelompok“messenger intrasel” yang berperan dalam proses inflamasi melalui
aktifasi sel imun inang. Sitokin Juga memainkan peran penting dalam atraksi
leukosit dengan menginduksi produksi kemokin, yang kita kenal sebagai mediator
poten untuk inflamasi sel. Sitokin dan kemokin menghasilkan hubungan kompleks
yang dapat mengaktifkan atau menekan respon inflamasi (O’Gorman and Albert,
2008). Telah dikenal lebih 30 sitokin.
Sebagian besar sel sistem imun dan beberapa sel lainnya
melepaskan sitokin. Interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-a (TNF-a)
contoh sitokin yang berperan penting dalam merespon infeksi bakteri, keduanya
merupakan polipeptida berbobotmolekul kecil yang memiliki efek yang luas dalam
berbagai reaksi dalam tubuh, termasuk respon imunologi, inflamasi, dan
hematopoiesis (O’Gorman and Albert, 2008).
Natural Killer Cells (Sel Natural Killer), Sel Natural
Killer (NK) diketahui secara morfologi mirip dengan limfosit ukuran besar dan
dikenal sebagai limfosit granular besar. Sekitar 10–15% limfosit yang beredar
pembuluh darah tepi adalah sel NK. Sel NK memainkan peran penting pada respon
dan pengaturan imun bawaan. Sel NK mengenal dan melisiskan sel terinfeksi
patogen dan sel kanker. Sel NK melisiskan sel dengan melepaskan sejumlah granul
sitolitik di sisi interaksi dengan target. Komponen utama granul sitolitik
adalah perforin. Sel NK juga menghasilkan sitokin dan kemokin yang digunakan
untuk membunuh sel target, termasuk IFN-?, TNF-a, IL-5, dan IL-13.
Imunitas humoral ditengahi oleh sekelompok limfosit yang
berdiferiensasi di sumsum tulang, jaringan limfoid sekunder yaitu meliputi
limfonodus, limpa dan nodulus limfatikus yang terletak di sepanjang saluran
pernafasan, pencernaan dan urogenital. Adanya rangsangan antigen sel B akan
berkembang menjadi sel plasma dan membentuk antibodi. (Bellanti, 1993) Antibodi
adalah imunoglobulin (Ig) yang merupakan golongan protein yang dibetuk oleh sel
plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat adanya kontak dengan antigen.
Antibodi yang terbentuk secara spesifik ini akan mengikat antigen sejenis yang
baru lainnya.
Bila protein serum tersebut dipisahkan dengan cara
elektroliferesis, maka imunoglobulin ditemukan terbanyak dalam fraksi globulin
gamma, meskipun ada beberapa immunoglobulin yang juga ditemukan dalam fraksi
globulin alfa dan beta. Dua fragmen imunoglobulin yang identik disebut Fab yang
merupakan bagian imunoglobulin yang mengikat antigen serta bereaksi dengan
determinan antigen dan hapten. Bagian tunggal imunoglobulin disebut Fc oleh
karena mudah dikristalkan (c = crystalible).
Imunoglobulin G (IgG) merupakan komponen utama
imunoglobulin serum, dengan berat molekul 160.000. Kadarnya dalam serum sekitar
13 mg/mL, merupakan 75% dari semua imunoglobulin. IgG dan komplemen bekerja
saling membantu sebagai opsonin pada pemusnahan antigen. IgG juga berperanan
pada imunitas selular, karena dapat merusak antigen selular melalui interaksi
dengan system komplemen atau melalui efek sitolitik killer cell (sel K),
eosinofil, neutrofil, yang semuanya mengandung reseptor untuk Fc dari IgG. Sel
K merupakan efektor antibody dependent cellular cytotoxicity cell (ADCC).
ADCC tidak hanya merusak
sel tunggal, tetapi juga mikroorganisme multiselular seperti telur skistosoma.
Peranan efektor ADCC ini penting pada penghancuran kanker, penolakan transplan
dan penyakit autoimun, sedang ADCC melalui neutrofil dan eosinofil berperan
pada infestasi parasit. Kadar IgG meninggi pada infeksi penyakit kronis dan
penyakit autoimun.
Imunitas selular (cellular immunity), Sel T mengalami
perkembangan dan pematangan dalam organ timus. Dalam timus, sel T mulai
berdiferensiasi dan memperoleh kemampuan untuk menjalankan fungsi farmakologi
tertentu. Berdasarkan perbedaan fungsi dan kerjanya, sel T dibagi dalam
beberapa subpopulasi, yaitu sel T sitotoksik (Tc), sel T penindas atau supresor
(Ts) dan sel T penolong (Th). Perbedaan ini tampak pula pada permukaan sel-sel
tersebut.
Sistem Imun Adaptif (adaptive immunity system)Sistem Imun
Adaptif atau sistem imun nonspesifik mempunyai kemampaun untuk mengenal benda
yang dianggap asing bagi dirinya. Sistem imun adaptif memiliki beberapa
karakteristik, meliputi kemampuan untuk merespon berbagai antigen,
masing-masing dengan pola yang spesifik; kemampuan untuk membedakan antara
antigen asing dan antigen sendiri; dan kemampuan untuk merespon antigen yang
ditemukan sebelumnya dengan memulai respon memori yang kuat (Katzung, 2004).
Terdapat dua kelas respon imun spesifik :
Imunitas humoral (Humoral immunity), Imunitas humoral
ditengahi oleh sekelompok limfosit yang berdiferiensasi di sumsum tulang,
jaringan limfoid sekunder yaitu meliputi limfonodus, limpa dan nodulus limfatikus
yang terletak di sepanjang saluran pernafasan, pencernaan dan urogenital.
Adanya rangsangan antigen sel B akan berkembang menjadi sel plasma dan
membentuk antibodi. (Bellanti, 1993).
Antibodi adalah imunoglobulin (Ig) yang merupakan golongan protein yang
dibetuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat adanya
kontak dengan antigen.
Antibodi yang terbentuk secara spesifik ini akan mengikat
antigen sejenis yang baru lainnya. Bila protein serum tersebut dipisahkan
dengan cara elektroliferesis, maka imunoglobulin ditemukan terbanyak dalam
fraksi globulin gamma, meskipun ada beberapa immunoglobulin yang juga ditemukan
dalam fraksi globulin alfa dan beta. Dua fragmen imunoglobulin yang identik
disebut Fab yang merupakan bagian imunoglobulin yang mengikat antigen serta
bereaksi dengan determinan antigen dan hapten.
Bagian tunggal imunoglobulin disebut Fc oleh karena mudah
dikristalkan (c = crystalible). Imunoglobulin G (IgG) merupakan komponen utama
imunoglobulin serum, dengan berat molekul 160.000. Kadarnya dalam serum sekitar
13 mg/mL, merupakan 75% dari semua imunoglobulin. IgG dan komplemen bekerja
saling membantu sebagai opsonin pada pemusnahan antigen. IgG juga berperanan
pada imunitas selular, karena dapat merusak antigen selular melalui interaksi
dengan system komplemen atau melalui efek sitolitik killer cell (sel K),
eosinofil, neutrofil, yang semuanya mengandung reseptor untuk Fc dari IgG.
Sel K merupakan efektor antibody dependent cellular
cytotoxicity cell (ADCC). ADCC tidak hanya merusak sel tunggal, tetapi juga
mikroorganisme multiselular seperti telur skistosoma. Peranan efektor ADCC ini
penting pada penghancuran kanker, penolakan transplan dan penyakit autoimun,
sedang ADCC melalui neutrofil dan eosinofil berperan pada infestasi parasit.
Kadar IgG meninggi pada infeksi penyakit kronis dan penyakit autoimun.
Imunitas selular (cellular immunity), Sel T mengalami
perkembangan dan pematangan dalam organ timus. Dalam timus, sel T mulai
berdiferensiasi dan memperoleh kemampuan untuk menjalankan fungsi farmakologi
tertentu. Berdasarkan perbedaan fungsi dan kerjanya, sel T dibagi dalam
beberapa subpopulasi, yaitu sel T sitotoksik (Tc), sel T penindas atau supresor
(Ts) dan sel T penolong (Th). Perbedaan ini tampak pula pada permukaan sel-sel
tersebut.
Sumber: argitauchiha.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar